Magspot Blogger Template

Kekuasaan Boleh Dicari, Tapi Adab Jangan Ditinggal

Dalam dunia politik yang makin keras dan penuh intrik, kekuasaan sering kali menjadi tujuan utama. Segala cara seolah dibenarkan demi mencapai kursi, jabatan, atau pengaruh. Tapi dalam hiruk-pikuk itu, satu hal yang sering dikorbankan adalah adab dan etika—dua hal yang sejatinya menjadi fondasi bagi moral dan peradaban kita.

Berpolitik adalah hak setiap warga negara. Mencari kekuasaan juga bukanlah hal yang salah. Bahkan dalam sistem demokrasi, perebutan kekuasaan adalah bagian dari proses yang sah dan diatur oleh hukum. Namun yang menjadi persoalan adalah cara dalam mencapai kekuasaan tersebut. Ketika segala cara dihalalkan—fitnah, manipulasi, adu domba, bahkan pengkhianatan—di situlah kita menyaksikan matinya nilai-nilai luhur dalam politik.

Adab adalah cermin akhlak. Ia bukan hanya soal sopan santun, tapi mencakup bagaimana seseorang menjaga lisan, menghormati lawan, menjunjung kejujuran, dan bersikap rendah hati walau memiliki kekuasaan besar. Tanpa adab, politik kehilangan jiwa. Ia berubah dari sarana memperjuangkan rakyat menjadi ajang adu ego dan kerakusan pribadi.

Etika juga tak kalah penting. Ia menjadi pagar moral yang membatasi tindakan kita. Etika politik mengajarkan bahwa dalam perbedaan, harus ada penghormatan. Dalam kompetisi, harus ada kejujuran. Dan dalam kekuasaan, harus ada rasa tanggung jawab.

Sayangnya, kini kita sering menyaksikan politisi yang ringan lidah dalam menyebar janji, cepat marah dalam debat, bahkan tega mengorbankan nilai demi kepentingan sesaat. Seolah adab dan etika hanya pajangan di atas kertas, bukan lagi pedoman dalam bertindak.

Kemenangan politik yang dicapai dengan mencederai nilai-nilai moral bukanlah kemenangan sejati. Ia hanya akan menghasilkan kekuasaan yang rapuh, yang mudah runtuh saat kepercayaan rakyat hilang. Sebaliknya, kekuasaan yang dibangun di atas fondasi adab dan etika akan melahirkan kepemimpinan yang kokoh, dihormati, dan dicintai.

Maka, siapa pun kita—baik politisi, pemilih, atau pengamat—perlu kembali menanamkan bahwa berpolitik itu harus tetap beradab. Kita boleh bersaing, berbeda, bahkan berseteru secara gagasan. Tapi jangan sampai kehilangan kemanusiaan kita dalam prosesnya.

Kekuasaan boleh dicari, tapi adab jangan ditinggal. Karena saat adab ditinggalkan, kita bukan lagi sedang berpolitik—kita sedang menghancurkan nilai yang paling dasar dari sebuah peradaban.

Penulis : Bro Bejod
Lebih baru Lebih lama

ads

Magspot Blogger Template

ads

Magspot Blogger Template
Magspot Blogger Template

نموذج الاتصال